Terdapat suatu mekanisme dalam tubuh yang mengatur
kualitas tidur yang ditentukan oleh seberapa lelap dan seberapa lama seseorang
tidur. Mekanisme ini disebut body clock. Namun, karena kita sedang
membicarakan tentang tidur, istilah ini akan diganti menjadi sleep clock.
Sleep clock, adalah suatu system yang mendasari dan mengatur tidur dan
energi kita.
Sleep clock memiliki 4 variabel utama yang mempengaruhi tidur
kita:
1. Circadian
Rhythm
Bagian pertama dan terpenting, dari sleep
clock adalah Circadian Rhythm. Circadian Rhythm adalah ritme suhu tubuh.
Suhu tubuh seseorang sebenarnya tidak konstan 37o C, melainkan
naik-turun (fluktuatif) seiring dengan pertambahan waktu dalam satu hari.
Perbedaan suhu tubuh yang terjadi sekitar 2o C. Saat suhu tubuh
naik, seseorang menjadi lebih terjaga dan energik, sedangkan saat suhu tubuh
turun akan menjadi lebih lelah dan malas. Ritme suhu tubuh inilah penyebab
seseorang merasa mengantuk dan terbangun pada jam yang sama setiap hari.
Secara umum, suhu tubuh seseorang akan meningkat pada
pagi hari hingga mencapai puncak pada sekitar siang menjelang sore, kemudian
suhu tubuh akan menurun hingga mencapai titik terendah sebelum meningkat lagi.
Selain itu, kita dapat melihat bahwa pada siang hari suhu tubuh kita sempat
menurun. Hal ini menjelaskan mengapa pada siang hari kadang-kadang seseorang
merasa mengantuk dan membutuhkan tidur siang. Namun, karena tuntutan kehidupan
sosial, seseorang terkadang melawan dorongan tidur ini, misalnya dengan
mengonsumsi kafeina. Stimulan kafeina dapat meningkatkan produksi adrenalin
yang dapat menghambat kantuk. Jadi, minum minuman berkafein dapat mengusir
kantuk Anda. Menurut para ahli, 200-300 miligram kafein per hari dalam jumlah
sedang, itu sekitar 3-8 ons cangkir kopi. Sementara teh hitam memiliki 61
miligram per 8 ons, Coca-Cola memiliki 35 miligram per 21 ons.
2. Melatonin
dan cahaya matahari
Faktor penting kedua dari sleep clock adalah
melatonin. Melatonin adalah hormon yang dibentuk kelenjar pineal dan retina.
Melatonin bertugas untuk membuat kita tertidur dan mengembalikan energi fisik
ketika kita tidur. Apabila melatonin tinggi, kita akan merasa mengantuk, lemah,
dan lain-lain.
Level melatonin dalam tubuh sangat tergantung pada
jumlah cahaya matahari yang diterima mata pada suatu hari. Banyak cahaya
matahari akan memperlambat proses pembentukan melatonin, sebaliknya kekurangan
cahaya matahari akan membuat peningkatan secara cepat pada jumlah melatonin
yang berakibat timbulnya rasa mengantuk, lelah, dan lain-lain. Hal ini
menjelaskan mengapa dalam kelas yang pencahayaannya buruk kita lebih mudah
mengantuk. Untuk mengoptimasi sleep clock seseorang, mendapatkan cahaya
matahari yang cukup meruapakan suatu kewajiban.
3. Level
aktivitas
Jumlah pergerakan dan latihan kardiovaskular yang
dilakukan pada saat malam berimbas besar pada ritme suhu tubuh kita. Secara
umum ada 4 manfaat yang bisa diperoleh:
a) Peningkatan yang cepat pada suhu tubuh yang
dapat sangat berguna bagi system tidur.
b) Meningkatkan puncak suhu tubuh pada siang
hari dan meningkatkan level energi seseorang.
c) Memperlambat turunnya suhu tubuh keesokan
hari, menjadikan kita terjaga lebih lama.
d) Membuat suhu tubuh turun drasis pada akhir
hari sehingga tidur lebih lelap.
4. Keterjagaan
sebelumnya
Keterjagaan seseorang di hari sebelumnya juga sangat
berpengaruh terhadap sleep clock, karena keterjagaan sebelumnya sangat
berkaitan dengan 3 faktor sebelum ini. Lebih lama terjaga, seseorang dapat
melakukan level aktivitas yang lebih tinggi. Selain itu, terjaga lebih lama
akan menyebabkan lebih banyak pula bertemu cahaya matahari.
Oleh sebab itu, apabila seseorang tidur 8-9 jam
per hari dan tetap merasa lemas, ini bisa berarti kita membutuhkan tidur lebih
sedikit. Kita tidur terlalu banyak dan harus meningkatkan keterjagaan untuk
mendapat tidur yang lebih lelap dan ritme suhu tubuh yang lebih seimbang.
Dari sejak bangun hingga seseorang terbangun kembali,
sebenarnya terdapat 5 tahapan:
1. Sadar sepenuhnya
Pada saat kita bangun/sadar sepenuhnya, otak
mengeluarkan gelombang dengan frekuensi sangat tinggi yang disebut beta
brain waves.
2. Tidur tahap pertama
Pada saat kita mulai mengantuk, otak mengeluarkan alpha
brain waves (sejenis beta brain waves dengan frekuensi
sedikit lebih rendah) dan sedikit theta brain waves. Pada tahap ini,
tubuh menjadi rileks dan detak jantung menjadi rendah. Tahap pertama ini sering
kita alami, mungkin tanpa disadari, misalnya ketika kuliah di kelas,
mendengarkan ceramah, atau pada siang yang cerah, tenang, dan damai. Tahap
pertama ini dapat dikatakan sebagai “pintu masuk menuju tidur”.
3. Tidur tahap kedua
Pada tahap dua ini, kita mengalami pola brain waves
yang disebut sleep spindles, dan K-Complexes. Hal-hal ini adalah
aktivitas mendadak otak, dimana otak seolah-olah melakukan “auto-off”. Pada
tahapan ini, kita masih sangat mudah untuk dibangunkan. Sebagian besar orang
yang dibangunkan ketika berada di tahap ini mengatakan “Saya masih terbangun”.
4. Tidur tahap ketiga dan keempat (tidur
lelap)
Pada tahap inilah kita dinyatakan benar-benar tidur.
Pada saat ini, otak mengeluarkan brain waves dengan frekuensi yang
paling rendah, disebut delta brain waves. Tekanan darah, respirasi, dan
detak jantung mencapai tahapan terendah. Pembuluh darah melebar, dan sebagian
besar darah yang biasanya tersimpan di organ pergi untuk memperbaiki otot.
5. Tidur tahap kelima (tidur REM)
Sejauh ini ilmuwan belum mengetahui apa tujuan dari
tahapan ini. Tahapan ini juga dikenal sebagai Rapid Eye Movement (REM) sleep,
karena pada tahap ini mata kita bergerak secara cepat ke segala arah (namun
tentunya mata masih berada di dalam rongga mata). Pada tahap ini jugalah
biasanya kita mengalami mimpi. 95% orang mengalami mimpi pada tidur REM ini.
Keunikan lain dari tidur REM adalah, berbeda dengan tahapan lain dalam tidur,
pada saat ini otak justru mengeluarkan brain waves dengan frekuensi
sangat tinggi, menyerupai pada saat kita sepenuhnya terjaga.
sumber : ANANDA AWA
0 komentar:
Posting Komentar